Kamis, 06 Oktober 2011

Rum,

Image source: Wikipedia


by Han F '97

Hari-hari berlalu begitu saja. rona merah senja telah memburat di angkasa. Ada sedikit tiupan angin bergerak dari barat menerpa wajahku yang memerah penuh dengan peluh. Semburan nafas tersengal masih tak mampu merenggangkan himpitan hati yang menyesakkan ini. pening kepalaku berdenyut menahan tegangnya jiwaku yang masih gelisah.

Rumiyati telah aku kubur. Tetapi, mengapa bayang-bayangnya tak juga pudar? Mengapa kata-katanya masih membisik telingaku dan mengusikku?

Rumiyatiku. Tega-teganya kau katakan bahwa aku adalah ayah dari anak yang engkau kandung ini? bagaimana mungkin, Rum?! Hari ini engkau mendatangiku mendekapku, mencumbuku dalam pelukanmu, lalu kau puaskan aku dengan birahimu hanya untuk mengatakan itu.

Rum, itu sama saja engkau bercerita padaku kalau kau kejeblos saat berselingkuh dengan orang lain! Itu sama saja engkau mengakui bahwa engkau menghianatiku lalu berusaha memfitnahku.

Rum, aku kagum padamu. Begitu bergairahnya kau malam ini. Mendesah bagai naga yang kelebihan tenaga, meliuk-liuk sambil menari dan terus menghimpitku hingga aku tak berdaya. Kau menghentak kian binal saat ku coba merengkuhmu. Mendesak dan terus menghimpit sambil kadang kau paksa raih bibirku untuk kau mainkan dengan lidahmu. Engkau meronta kala desahan itu kian melengking. Mendesakku dan makin menghimpit. Dipan peot itu menjadi nirwana sebelum akhirnya terbakar di tengah neraka saat diakhir percintaan kita kau katakan itu.

Aku masih ingat jeritanmu yang tertahan ketika tubuhmu menggelepar meregang nyawa dalam cekikanku yang menghujam erat. Aku tak peduli. kau bukan sekertarisku yang kucintai lagi. Kau hanyalah seorang pelacur murahan yang sedang mengejar karir impian. Aku tak mau tahu kau memohon-mohon ingin menjelaskan semuanya. Aku tak peduli. Kau kan tahu kalau aku ini mandul. Itu semua sudah berakhir. Hanya aku yang tahu.

Trililililit…trililililit….!

Halo, dengan Ibu Rumiyati?!

”Maaf, Suyoko disini. Ada apa?”

Begini, pak. Kami dari klinik Herda yang melakukan inseminasi buatan pada Ibu Rumiyati. Surat untuk Pak Suyoko mengenai keberhasilan inseminasi buatan dari gen bapak, ternyata tidak terbawa bersama berkas surat-surat yang lain.

”APA!!!

1 komentar:

  1. Duuh pak udah terlanjur serius bacanya.. La kok cuma segitu. Hemmm

    BalasHapus